Rabu, 13 April 2011

KRITERIA PENILAIAN BANGUNAN KONSERVASI

Kriteria-kriteria fisik-visual
a.   Estetika, yaitu berkaitan dengan nilai keindahan arsitektural, khususnya dalam hal penampakan luar bangunan, yaitu :
· Bentuk (sesuai dengan fungsi bangunannya)
· Struktur (ditonjolkan sebagai nilai estetis)
· Ornamen (mendukung dari gaya arsitektur bangunan)
b.  Keluarbiasaan, yaitu berkaitan dengan nilai keistimewaan, keunikan dan kelangkaan bangunan, yaitu:
· Sebagai landmark lingkungan
· Sebagai landmark kawasan
· Sebagai landmark kota
· Kelangkaan bangunan (gaya arsitektur umum, dominan, atau satu-satunya)
· Umur bangunan
· Skala Monumental (berdasarkan bangunan dan ruang luar)
· Perletakan yang menonjol (terhadap lingkungan maupun bangunan di sekitarnya)
c. Memperkuat citra kawasan, berkaitan dengan pengaruh kehadiran suatu obyek terhadap kawasan sekitarnya yang sangat bermakna untuk meningkatkan atau memperkuat kualitas dan citra lingkungan :
· Sesuai dengan fungsi kawasan
· Kesatuan / kontinuitas
· Kekontrasan bangunan
d. Keaslian bentuk, berkaitan dengan tingkat perubahan bentuk fisik, baik melalui penambahan atau pengurangan :
· Jumlah ruang
· Element struktur
· Konstruksi
· Detail/Ornamen
e. Keterawatan, berkaitan dengan kondisi fisik bangunan :
· Tingkat kerusakan
· Prosentasi sisa bangunan
· Kebersihan
Kriteria-kriteria non fisik
a.    Peran sejarah, berkaitan dengan nilai sejarah yang dimiliki, peristiwa penting yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah dan babak perkembangan suatu lokasi, sehingga merujuk pada :
· Sejarah Perkembangan Arsitektur
· Sejarah Perkembangan Kota
· Sejarah Perjuangan Bangsa
b.    Komersial, berkaitan dengan nilai ekonomi yang berpotensi untuk dikembangkan, dilihat dari aspek formal dan informal.
c.     Sosial budaya, berkaitan dengan nilai-nilai sosial-budaya khas kawasan yang masih terwujud dan terwadahi :
· Legenda (budaya oral)
· Aktivitas social-budaya
Sedangkan kriteria penilaian bangunan untuk dilestarikan (Cagar Budaya) menurut buku "Introduction to Urban Planning" adalah :
a. Estetika
Bangunan/lingkungan yang memiliki sesuatu yang khusus dalam sejarah perkembangan "style" dalam kurun waktu tertentu.
b. Typical
Bangunan-bangunan yang merupakan wakil dari kelas atau type bangunan tertentu.
c. Kelangkaan
Bangunan yang hanya tinggal satu-satunya, atau peninggalan terakhir dari style yang mewakili jamannya.
d. Peranan Sejarah
Bangunan/lingkungan yang merupakan tempat dimana terjadi peristiwa peristiwa
bersejarah, sebagai ikatan simbolis antara peristiwa yang lalu dengan peristiwa sekarang.
e. Yang paling menonjol
Disini maksudnya adalah seperti bangunan-bangunan yang paling pertama dibuat, besar, tinggi, dst.

Kriteria Konservasi
Kaitan suatu tempat dan sejarah sangat erat karena suatu tempat adalah sumber memori individu dan memori kolektif. Dengan demikian suatu tempat juga memberi kontribusi pada identitas individu dan kolektif karena karakter dan kepribadian tempat itu sendiri yang membedakannya dari tempat lain dan masyarakat yang tinggal di suatu tempat mempunyai rasa memiliki dan keterikatan dengan tempat tersebut.
Para perencana kota harus mempertahankan kelayakan inti kota dengan memastikan bahwa bangunan-bangunan baru dan pembangunan berskala besar tidak menghilangkan ciri khas kota yang mudah dikenali. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan menyelamatkan dan merehabilitasi sebanyak mungkin bangunan lama, membangun yang baru hanya jika yang diperlukan dan kemudian dengan mengintegrasikan yang baru dengan yang lama (Lotmann, 1976).
Selain itu, karakter suatu tempat juga ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu lingkungan binaan. Menurut K. Lynch (1960) dalam bukunya “The Image of the city” bahwa kualitas lingkungan binaan yakni citra (imageability) dan kejelasan (legibility) bangunan-bangunan memberi kontribusi pada munculnya identitas yang menonjol pada suatu tempat.
Citra suatu tempat merupakan kombinasi beberapa faktor lansekap yang saling terkait yaitu bentuk, tampak dan warna bangunan, ritme kumpulan orang, kemeriahan serta acara-acara yang diadakan di tempat tersebut. Faktor lain yang menentukan identitas suatu tempat adalah kombinasi berbagai elemen kultur non-material seperti karakteristik masyarakat (etnis, agama, bahasa) serta apa yang di
sebut sebagai genius loci. Istilah genius loci dikemukakan oleh Dubos yang dikutip dalam buku Place and placeness (1976) yang artinya adalah roh suatu tempat, mencakup keunikan lingkungan binaan, kekayaan dan momen-momen historis.
Hal yang sama juga dikemukakan dalam Guidelines for preparing conservation plan (1994) bahwa penentuan apakah suatu bangunan atau tempat tertentu layak dilindungi sebagai warisan sejarah ditentukan juga oleh aspek-aspek non-fisik yaitu :
1. Mempunyai nilai estetik yaitu menunjukkan aspek desain dan arsitektur suatu tempat.
2. Mempunyai nilai edukatif yaitu menunjukkan gambaran kegiatan manusia di masa lalu di tempat itu dan menyisakan bukti-bukti yang asli. Bisa mencakup teknologi, arkeologi, filosofi, adat istiadat, selera dan kegunaan sebagaimana halnya juga teknik atau bahan-bahan tertentu.
3. Nilai sosial atau spiritual yaitu keterikatan emosional kelompok masyarakat tertentu terhadap aspek spiritual, tradisional, politis atau suatu peristiwa.
4. Nilai historis yaitu asosiasi suatu bangunan bersejarah dengan pelaku sejarah, gagasan atau peristiwa tertentu. Mencakup analisis tentang aspek-aspek yang tidak kasat mata (intangible aspects) dari masa lalu bangunan tersebut.
Apabila suatu bangunan atau kawasan mempunyai semua persyaratan untuk dilindungi sebagai warisan sejarah, maka selanjutnya perlu dirumuskan suatu kebijakan umum sebagai perangkat pelestarian warisan sejarah. Tujuan dari kebijakan umum dalam bidang preservasi landmark dan kawasan bersejarah adalah untuk :
  1. Mempengaruhi dan memberi perlindungan, peningkatan dan pelestarian bangunan, kawasan dan daerah-daerah yang mewakili atau merefleksikan elemen kultural, sosial, ekonomi, politisi dan sejarah arsitektural kota.
  2. Melindungi warisan historis, estetis dan kultural kota, sebagaimana terangkum dan terefleksikan dalam bangunan, kawasan dan daerah tersebut.
  3. Memantapkan dan meningkatkan nilai properti di kawasan tersebut.
  4. Mendorong kebanggaan masyarakat terhadap keindahan dan prestasi agung di masa lalu.
  5. Melindungi dan meningkatkan daya tarik kota untuk para wisatawan dan pengunjung sekaligus mendukung serta merangsang iklim usaha dan industri yang terkait.
  6. Memperkuat perekonomian kota.
Contoh Kriteria Konservasi
Kota Lama menyimpan banyak sejarah Indonesia ketika dijajah oleh Belanda. Kawasan yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan kuno yang mempunyai nilai arsitektur tinggi ini sudah menjadi cagar budaya Indonesia yang patut di konservasi. Berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1992 dikemukakan yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1) yaitu : (1) Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Kawasan Kota Lama memiliki sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh dan mempunyai sejarah Kolonialisme di Semarang yang patut dikonservasi. Beberapa di antaranya yaitu :


1. MERCUSUAR
Bangunan ini dibangun pada tahun 1884. Pembangunan mercusuar ini berkaitan dengan pembangunan kota Semarang sebagai kota Pelabuhan oleh Pemerintah kolonial untuk pengangkutan ekspor gula ke dunia.
2. STASIUN K.A. TAWANG
Stasiun ini menggantikan stasiun sebelumnya yang dibangun pada 16 Juni 1864 – 10 Februari 1870 yang melayani jalur Semarang – Jogja – Solo. Karena stasiun itu tidak memenuhi syarat lagi, akibat bertambahnya volume pengangkutan maka dibangunlah Stasiun Tawang. Arsitek gedung ini adalah JP DE BORDES. Bangunan ini selesai dibangun pada bulan Mei 1914.
3. PT. MASSCOM GRAPHY
Bangunan ini terletak di Jl. Merak 11 – 15. Gedung ini semula dimiliki oleh HET NOORDEN yaitu surat kabar berbahasa Belanda. Gedung ini mempunyai nilai yang tinggi merupakan cikal bakal dunia pers di Semarang. Saat ini bangunan ini dialih gunakan untuk PT. MASSCOM GRAPHY yang merupakan perusahaan percetakan surat kabar di Suara Merdeka Group.
4. GEREJA BLENDUK
Berusia lebih dari 200 tahun dan dijadikan “tetenger” (Landmark) kota Semarang. Terletak di Jalan Let Jend. Suprapto No.32. Bangunan ini mulai berdiri pada tahun 1753, digunakan untuk gereja NEDERLANDSCHE INDISCHE KERK. Gedung ini diperbaiki lagi pada tahun 1756, 1787, dan 1794. Pada tahun 1894 bangunan ini dirombak seperti keadaan sekarang. Arsitek pembangunan ini adalah HPA DE WILDE dan WWESTMAS. Keberadaan gereja ini berperan besar terhadap perkembangan agama kristen di Semarang.



 




1 komentar: